Minggu, 27 Maret 2011

"Si malang berbuah manis"

BAYI YANG AKU BUANG KINI MENJADI SEORANG JUARA

Namaku Asri aku adalah anak pertama dari keluarga menengah di kota batik. Kehidupan keluarga kami sebenarnya biasa-biasa saja. Ayah adalah seorang wiraswasta sedangkan ibu adalah seorang pedagang batik. Tahun ini adalah tahun yang berat buat aku karena tahun ini aku harus menghadapi dua ujian sekaligus. Ujian pertama adalah ujian akhir tahun karena aku saat ini duduk di kelas SMU. Ujian yang kedua adalah tentang kehidupanku. Sejak awal Orang tuaku selalu tegas dalam mengajarkan kepada anak-anaknya terutama masalah pendidikan. Siang malam bahkan hingga pagi tidak le[pas dari yang namanya belajar. Bahkan sejak aku lahir cara mendidik orang tuaku juga seperti itu. Memang hasilnya aku bisa masuk rangking di setiap ujian. Namun terusterang aku sangat bosan dengan rutuinitas yang aku jalani. Setiap hari yang aku lihat hanyalah buku dan buku. Aku meras terasing dari teman-temanku hingga di suatu hari datanglah sepucuk surat ke rumah, beruntung Ayah dan Ibu tidak mengetahui sebab apa surat yang aku terima adalah surat dari seorang cowok. Dia adalah Fredy lewat surat itu dia menyatakan cintanya padaku. Oya, Fredy adalah murid sekolah lain yang kebetulan lokasinya dekat dengan sekolahku. Ternyata sudah sekitar bulan Fredy mengamatiku disaat aku pulang dan berangkat sekolah. Meski sempat merasa aneh namun jauh di dalam hatiku aku juga penasaran seperti apa sih wajah Fredy itu. Lewat surat itu juga ia ingin bertemu paling tidak untuk sekedar berkenalan saja. Pagi hari yang cerah di hari Sabtu, seperti biasa aku berangkat sekolah selalu diantar oleh Bapak. Sesampainya di depan gerbang sekolah tiba-tiba ada suara yang memanggilku....”Asri....!!!” Spontan aku menengok kebelakang dan dengan agak grogi cowok itu memperkenalkan dirinya sebagai Fredy. Diapun mencoba menanyakan apakah surat yang dia kirimkan sudah dibaca oleh Asri. Pertemuan pertama itupun yang membuatnya mulai tertarik dengan Fredy yang sopan. Hari berganti hari kami berdua mulai akrab dan mulai muncul keberanian untuk berbohon dengan orang tua ku dengan alasan ekstrakulikuler aku memanfaatkan waktu untuk berdua dengan Fredy yang membuatku semakin tertarik padanya. Mungkin karena keluguanku hingga suatu hari aku diajak Fredy untuk pulang ke rumahnya yang sepi karena yang ada di rumah hanya dia dan kakaknya yang sering keluar kota. Rasa cinta yang telah membungkus hati telah membutakan pikiranku dan terjadilah kejadian yang seharusnya tidak kami lakukan sebelum kami melangsungkan pernikahan. Meski sempat shock dan menyesal dengan apa yang telah kami lakukan namun ternyata itu semua sudah terlambat. Kekhawatiran muncul disaat ulan tahunku yang ke atau menginjak bualan setelah persetubuhan itu aku belum juga datang bulan, betapa bingung dan kalutnya akau dengan kondisi ini. Lalu aku coba mengutarakan ke Fredy biar dia juga bertanggung jawab ternyata dia malah marah-marah tidak karuan. Dan yang paling mengagetkanku adalah pernyataannya untuk menggugurkan kandunganku, aku benar-benar tidak habis pikir. Menginjak kandungannku bukan ke tiga yang sudah mulai kelihatan perutku terlihat membesar, aku semakin takut dan bingung. Namun terus terang dalam keadaan seperti itu Fredy masih setia mendampingiku. Akupun mengutarakan kepada Fredy kalau aku tidakmau menggugurkan kandunganku karena itu hanya akan menambah dosa yang kami perbuat. Akhirnya aku emminta Fredy untuk bilang pada kedua orang tuaku tentantang keadaan yang sebenarnya, meski sebenarnya ibuku juga sudah kelihatran curika dengan kondisi tubuhku yang telah berbadan dua. Sore itu kami berduapun memberanikan diri untuk mengutarakan kejadian . Meski dalam ketakutan kamipu berankan diri dan sungguh kerahan ayah dan bunda yang sangat beralasan dan mungkin kemarahan terbesar di dalam hidupku, sampai dia menamparku hingga aku jatuh tersungkur. Tidak hanya itu Fredy pun diusir dari rumahku. Setelah beberapa hari di kurung di rumahaku dan fredy kabur dari rumah. Semenjak pelarian kami berdua akhirnya kami menetap di rumah kontrakan dan Fredy bekerja serabutan. Selang beberapa waktu anak yang aku kandung lahir karena kondisi keuangan yang belum kuat kami berdua dengan berat hati memutuskan untuk menitipkan anak kami di sebuah panti asuhan, dengan harapan kelak dapat bertemu lagi dan di panti mungkin untuk saat ini lebih terjamin. tahun sudah berlalu rasa rindu hanya bisa aku redam dengan menyaksikan anak kesayangku asik bermain dari balik pagar panti asuhan. Suamiku kini dapat pekerjaan yang lumayan dapat menghidupi keluarga, terkadang muncul di dalam hati untuk menjemput anakku dari panti asuhan tapi kata Fredy dia masih belum siap. Hingga pada suatu hari setelah Fredy berhasil aku luluhkan hatinya, akhirnya dia mau menjemput anaku untuk kembali kepelukanku. Pagi itu kami bersipa untuk menjemput anak kesayangkau dengan penuh semangat dan terus terang aku bingung dan grogi. Namun alangkah kagetnya aku ternyata anaku telah di adopsi orang, seketika seperti badanku tak punya tenaga lagi. Bingung dan sedih bercampur kecewa, kalau aku bisa lebih cepat lagi pasti aku tidak kehilangan anaku. minggu berlalu aku jalani hidup ini dengan berdiam diri dan termenung di dalam kamar. Lalu tiba-tiba Fredy datang denga nafas terengah-engah dia cerita kalau di jalan dia membaca koran dan ada gambar ankku yang menjadi juara lomba siswa se daerah. Sontak langsung aku suruh suamikun untuk membeli koran siapa tahu ada yang bisa dilacak dari koran tersebut, namun ternyata nihil. Hari berikutnya kami berdua mencoba menanyakan ke kantor koran yang memberitakan anakku itu dan bersyukur setelah aku jelaskan semuannya pihak koran memberikan alamat dan bahkan mengantarkan kami berdua. Sampailah kami di sebuah rumah yang lumayan bagus dan kami bertemu dengan seorang pembantu rumah itu. Kata pembantu itu juragannya belum pulang dan anakku juga belum pulang. Setelah menunggu beberapa saat tiba-tiba muncul dari balik pagar sebuah mobil dari mobil itu keluarlah sepasang suami istri dan anak kecil laki-laki yang sehat. Lalu kami pun memperkenalkan diri ke kedua orang tersebut dan menjelaskan maksud kami berdua, meski terlihat kaget dan tidak percaya namun setelah kami menunjukkan surat pengantara dari panti mereka mau mempertemukan kami dengan anak kami meski hanya sekedar pertemuan biasa namun alangkah leganya hatiku rasanya tidak ada kebahagian yang melebihi moment pertemuan ini. Dalam kesempatan itu kami juga meminta maaf dengan aopa yangtelah kami lakukan selama ini. Kami pun meminta ijin untuk dapat bertemu kembali di lain kesempatan lagi dan kami bersyukur orang tua asuh anakku memperbolehkannya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ceritanya bagus,,, tampilannya cukup bagus...cuma pengetikan masih ada yang salah... secara umum penilaian sy bagus..

Posting Komentar